About Me

Foto Saya
C'BOY Al-Bantani
seorang mahasiswa UIN jakarta dari fakultas Ushuluddin di prodi aqidah filsafat. alumnus pondok pesantren manahijussdat sekarnag aktif berorganisasi di IMM cabang ciputat
Lihat profil lengkapku

Kosmologi : Perspektif dan konsep Para Failasuf Yunani Klasik



Kosmologi : Perspektif dan konsep Para Failasuf Yunani Klasik

Berbicara mengenai persoalan alam semesta setiap zaman, tempat dan sebuah peradaban saling berbeda dalam mengekspresikan ketakjuban mereka mengenai persoalan-persoalan alam semesta yang mereka amati, di zaman sebelum masehi tepatnya abad ke- 6 SM, para failasuf Cosmosentris dari Ionia (tempat timbulnya peradaban Yunani) tokoh-tokoh failasuf pertama dari Miletos seperti Thales, Anaximandres, dan Anaximenes mengekspresikan hal ini dengan pertanyaan : “Dari mana asal segala sesuatu ini ?”. Namun berbeda dengan ekespresi dari Astoteles sang bapak logika di Abad ke-3 SM, ia mengatakan bahwa para Failasuf sebelumnya masih sangat sederhana dalam mengamati alam semesta karena tidak memeriksa secra ditail mengenai penyebab-penyebabnya, dari itu ia mengekspresikan dengan pertanyaan : “Apa penyebab dari adanya Alam semesta ini ?” Namun sebelumnya pertanyaan lebih maju kedepan telah dilontarkan oleh mazahab Pythagorean degan mungungkapkan apakah pusat keselararasan dan keteraturan alam jagat raya ini ?
Penulis ingin memulai dengan pemaparan dan ekspresi ketakjuban para failasuf cosmosntris kalsik yunani dalam menjawab tantangan zamannya ketika itu. Pada Abad ke- 6 SM, di Ionia, ada beberapa orang yang hendak memecahkan teka-teki tentang dunia di sekitar kita ini, tanpa memakai sejarah dewa-dewa. Mereka ini dinamakan ahli-ahli fisika, dan mereka adalah ahli-ahli filsafat tretua. Mereka semuanya menulis atau memikirkan tentang “tumbuhnya segala sesuatu secara wajar”. Alam semesta oleh mereka dipandang sebagai suatu makhluk yang telah tumbuh secara spontan (tumbuh dengan sendirinya), dan sudah barang tentu mereka lalu mencari dari mana asalnya makhluk itu, sebagaimana azasnya, bagaimana “arche”-nya ?
Alam ini senantiasa dalam keadaan perubahan : malam mengganti siang, bulan terang berganti bulan gelap, laut paasang naik laulu pasang surut, musim panas mengikuti musim dingin dan seterusnya. Bagaimanakah dapat kita mengerti perubahan-perubahan dalam alam ini ? apakah dibawah atau dibelakang perubahan-prubahan itu terdapat sesuatu yang tetap ? itulah kelanjutan dari persoalan-persoalan para failasuf pertama. Oleh karenanya Aristoteles benar, bila mereka mengatak bahwa filsafat timbul dari rasa heran. Kita boleh menambah bahwa rasa heran itu sebenarnya juga merupakan latar belakang mitos-mitos kosmogonis dan mitos-mitos kosmologis. Tetapi para failasuf dari Miletos untuk pertama kalinya memberi jawaban rasional atas tanda-tanda tanya yang disodorkan oleh alam semsta. Itulah suatu prestasi yang luar biasa.
Hasil penyelidikan para failasuf pertama kiranya dapat disingkatkan dengan tiga ucapan. (1) Alam semesta merupakan keseluruhan yang bersatu, akibatnya harus diterangkan dengan menggunakan satu prinsip saja. Tetapi mereka tidak sepakat dalam memilih zat asali yang menjamin serta mengartikan kesatuan dunia. (2) Alam semesta dikuasai oleh satu hukum. Kejadian-kejadian dalam alam semesta tidak kebetulan saja, tetapi ada semacam keharusan di belakang kejadian-kejadian itu. (3) Akibatnya, alam semesta merupakan kosmos. Kata Yunani ini boleh diterjemahkan sebagai “dunia” tetapi artinya lebih tepat lagi adalah “dunia yang teratur”.bagi orang Yunai kosmos bertentangan dengan khaos, ‘ dunia dalam keadaan kacau balau.
Aristoteles berpendapat bahwa tiap-tiap kejadian mempunyai empat penyebab yang semua harus disebut, jika kita hendak mengartikan kejadian itu. Itu berlaku baik bagi kejadian alam maupun bagi kejadian yang disebabkan oleh manusia. Disini akan dijelaskan keempat penyebab itu dengan suatu contoh mengenai perbuatan manusia, sebab contoh semacam itu kiranya paling cocok untuk menerangkan maksudnya.
Untuk mengartikan suatu kejadian, keempat penyebab berikut ini harus dibedakan.
1. Penyebab efesien (“efficient cause" ) : inilah fakor yang menjalankan kejadian. Misalnya, tukang kayu yang membuat sebuah kursi. Disini bisa diartikan bahwa penyebab adanya alam ini adalah Tuhan.
2. Penyebab fainal (“final cause”) : inilah tujuan yang menjadi arah seluruh kejadian. Misalnya, kursi dibuat agar orang dapat duduk di atasnya. Disini menunjukan bahwa jagad raya dan segala fenomena alamiahnya tidaklah terjadi bigitu saja dengan sia-sia tapi memiliki maksud dan kemanfaatanya
3. Penyebab material (“material cause”): inilah bahan dari mana benda dibuat. Misalnya, kursi dibuat dari kayu. Astoteles berpendapat bahwa jagad raya ini diciptakan dari ketiadaan menjadi ada tapi tidak bermula dan kekal adanya dari itu ia berpendapat bahwa materi alam raya ini adalah aether.
4. Penyebab forma (“formal cause”): inilah bentuk yang menyusun bahan. Misalnya, bentuk “kursi” ditambah pada kayu, sehingga kayu menjdi sebuah kursi.
Susunan jagad raya menurut Aristoteles, kosmos seluruhnya terdiri dari dua wilayah yang berbeda. Disatu pihak terdapat wilayah sublunar (=di bawah bulan). Yang dimaksudkan dengannya tidak lain daripada bumi. Dilain pihak terdapat wilayah yang meliputi bulan, planet-planet, dan bintang-bintang. Aristoteles berpendapat bahwa jagad raya ini bersifat terbatas, dan jagad raya yang terbatas itu menurutnya berbentuk bola. Ia beranggapan juga bahwa jagad raya tidak mempunyai permulaan dalam waktu dan akibatnya kita dapat menyimpulkan bahwa jagad raya tidak diciptakan, maka akhirnya ia berpendapat pula bahwa jagad raya adalah kekal, sehingga tidak mungkin memusnahkannya.
Aristoteles berpendapat bahwa bumi tetap beridiam dalam pusat jagad raya dengan arti bahwa bumi merupakan pusat jagad raya yang dengan demikian berkonsekuensi pada benda-benda luar bumi seperti planet-planet dll-nya mengelilingi bumi bahkan api sentral (matahari) juga mengelilinginya. Dari itu menurutnya badan-badan jagat raya di luar bumi semuanya terdiri dari anasir lain, yakni ansir yang kelima yaitu aether. Anasir ini tidak dapat dimusnahkan dan tidak dapat berubah menjadi anasir lain. Gerak kodrati zat ini bukanya gerak garis lurus, melainkan gerak lingkaran.
Dengan demikian menurut Aristoteles jagat raya dibentuk oleh beberapa lingkaran (“spheres”) yang terdiri dari aether dan masing-masing lingkaran pada revolusinya mengangkut badan-badan jagat raya (terdiri dari aether juga ) yang melekat padanya. Lingkaran yang paling luar mengangkut bintang-bintang tetap. Di dalamnya terdapat lingkaran-lingkaran yang masing-masing mengangkut planet-planet dan bulan. Lingkaran paling luar mempengaruhi gerak dari lingkaran-lingkaran yang terletak di dalamnya, tetapi ia sendiri tidak dipengaruhi oleh gerak lingkaran lain. Demikan pun lingkaran-lingkaran lain mempengaruhi gerak lingkaran yang terletak dalam lengkungannya.
Hal ini merupakan kritikanya pada pendapat sebelumnya yakni pendapat Pythagorean tentang teori susunan jagad komos yang mengejutkan di zaman itu karena untuk pertama kalinya menyatakan bahwa bukan bumi yang murapakan pusat jagat raya. Menurut mazhab Pythagorean berpendapat bahwa pusat jagat raya adalah api sentral (hestia). Yang beredar sekeliling api sentral itu berturut-turut: kontar bumi (antikhtȏn), bumi, bulan, matahari, kelima planet (Merkurius, Venus, Mare, Yupiter, Saturnus) dan akhirnya langit dan bintang-bintang tetap. Demikianlah sebpuluh badan jagat raya beredar sekeliling api sentral sebagai suatu tetraktys raksasa. Kita tidak melihat api dan kontra-bumi, karena permukaan bumi dimana kita hidup tetap berpaling dari api dan kontra-bumi, sebagaimana juga bagian bulan yang tidak berhadapan dengan kita tetap berpaling dari bumi. Dengan lain perkataan, kita boleh menarik kesimpulan bahwa, dalam revolusinyasekitar api sentral, bumi juga mengadakan rotasi sekeliling sumbunya sendiri. Matahari dan bulan memantulkan api sentral. Gerhana-gerhana terjadi, apabila bumi dan kontra-bumi menggelapkan api sentral.
Pada pemikir-pemikir Yunani di kemudian hari api sentral dari mazhab Pythagorean akan disamakan dengan matahari, sehingga dalam bidang kosmologi mereka menganut pendirian helio-sentris. Demikianlah Herakleides dari Herklea (Abad ke-4), seorang murid Plato, dan terutama Aristarkhos dari Samos (abad ke-3). Tetapi teori itu lekas dilupakan, karena pendirian geo-sentris dari Aristoteles banyak abad lamanya dianut secara umum bahkan dijadikan dogma mutlak ajaran gereja pada abad pertengahan yang sangat sakral dan tidak dapat dikritisi. Baru ketika ketika seorang ilmuan bernama Galileo galilei membuktiak hal tersebut lewat teleskop senderhananya dan kemudain dikukuhkan oleh Kopernikus pada abad ke-14-15 M akan menemukan kembali kepercayaan pada teori helio-sentris dan ia sendiri tidak menyembunyikan bahwa ia mengenal mazahab Pythagorean.

Daftar Pustaka

Bertens, Kees . Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta : KANISIUS, 1999.
Sheilds, Cristopher. Classical Philosophy. London : Routledge, 2003.
Windelband, Wilhelm. A History Of Philosophy : Greek, Roman, and Medieval. New York : HARPER TORCHBOOKS, 1958.

Filed Under: , , ,

About the Author

My name is Dinh Quang Huy or known as alias NhamNgaHanh .I made this template in magazine style and named it Simplex Darkness .I hope it helpful to persons who want a solutions for a template in Blogspot.To download this template and see template install instruction ,go to Simplex Design blog.
Posting Komentar

adsense link 728px X 15px